Jumat, 22 Februari 2013

Model Pembelajaran Bahasa #2

1. Total Physical Response (TPR)

TPR diprakarsai oleh James Asher dari California, USA. Menurut Asher, bayi tidak terlahir dengan kemampuan mengingat bahasa, oleh karena itu respon sangat dibutuhkan untuk melatih kemampuan bahasa. Sebagai contoh, dalam satu komunikasi antara seorang ibu dengan anaknya, sang ibu berkata "lihat ayah, lihat ayah" dan kemudian anak meresponnya dengan memandang ke arah ayahnya. Contoh kasus seperti itu adalah yang dinamakan dengan TPR (Total Physical Response), yakni ketika sang ibu sebagai fasilitator memberikan instruksi dan anak sebagai penerima meresponnya dengan gerakan tubuhnya. Dr. Asher menyebutnya sebagai "a language-body conversation", percakapan bahasa tubuh.

TPR berfokus pada koordinasi antara bahasa dengan gerak tubuh. Pembelajaran bahasa dalam metode ini dengan cara guru memberikan instruksi delam bahasa target dan siswa meresponnya dengan segala macam gerak tubuh, seperti melihat, tersenyum, tertawa, berbalik, berjalan, meraih, memegang, duduk, berlari, dsb.

2. Suggestopedia

Suggestopedia dikembangkan oleh seorang psikiater asal Bulgaria, Georgi Lazanov. Menurut Lazanov, pembelajaran/ pemerolehan bahasa dipengaruhi oleh alam bawah sadar/ tanpa sadar  
Karakteristik pembelajaran dengan metode suggestopedia:
Guru berperan sebagai 





Sumber:
___. ___. Total Physical Response. http://www.tpr-world.com/what.html. Retrieved on January 19, 2013 at 10:21 AM.
___. ___. Total Physical Response_a Short Introduction. http://www.c-english.com/files/tpr.pdf. Retrieved on January 19, 2013 at 10:21 AM. 
___. ___.  TPR_an effective language teaching. http://www.hik.se/dokument/.%5Chumsam%5Cengelska%5Cengfteach20p%5Cyoung/primer_tpr.pdf. Retrieved on January 19, 2013 at 10:21 AM. 
___. ___.  Total Physical Response. http://en.wikipedia.org/wiki/Total_physical_response. Retrieved on January 19, 2013 at 10:24 AM.  

Pengembangan Kompetensi Pustakawan Melalui Organisasi Profesi

Pustakawan dapat didefinisikan sebagai "seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan." (UU No. 43 Tahun 2007, Pasal 1 Ayat 8)
Pada hakikatnya pustakawan ada karena adanya perpustakaan, guna mengelola, mengatur, dan merawat semua koleksi yang dimiliki oleh suatu perpustakaan. Hampir disemua negara, memiliki perpustakaan sebagai tempat pelestarian hasil karya manusia bahkan bisa dibilang sebagai dokumentasi suatu peradaban manusia. Oleh karena itu, keberadaan dan peran pustakawan tentunya menjadi suatu yang diperlukan. Namun demikian, profesi pustakawan sering kali disepelekan dan dianggap mudah, sehingga memunculkan pemikiran bahwa setiap orang, siapapun bisa menjadi seorang pustakawan walaupun tanpa bekal pendidikan kepustakaan. Padahal kemampuan dalam pengelolaan suatu perpustakaan, bukan hanya sekedar sebagai penunggu perpustakaan atau malayani siapa saja yang ingin pinjam atau kembali buku ynag dipinjam, tapi lebih dari itu.
Pustakawan sebetulnya memegang peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan dan keberhasilan suatu proses pendidikan. Sekolah sebagai suatu satuan pendidikan, membutuhkan perpustakaan guna menyimpan semua sumber informasi yang digunakan untuk proses pembelajaran, oleh karena itu dibutuhkan pula pustakawan yang mampun mengkordinir, merawat, melayani, dan berperan aktif dalam meningkatkan kemapuan peserta didik, contoh dengan memberi motivasi gemar membaca, mengarahkan siswa untuk mampu belajar mandiri, membimbing siswa untuk mampu memperoleh informasi yang dibutuhkannya dalam menunjang proses pembelajaran.



Berkaca dari peran pustakawan di atas, maka pemerintah menyusun standar kompetensi yang harus dimiliki seorang pustakawan, guna meningkatkan profesionalitas juga peran dan fungsi sebagai pustakawan itu sendiri.
Berdasarkan Permendiknas No.25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/ Madrasah, seorang Pustakawan harus memiliki 6 Standar kompetensi dasar, dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, yakni;
1. kompetensi manajerial
2. kompetensi pengelolaan informasi
3. kompetensi pendidikan
4. kompetensi kepribadian
5. kompetensi sosial
6. kompetensi pengembangan profesi

Mengacu pada 6 Standar kompetensi di atas, seorang pustakawan wajib hukumnya untuk terus mengembangkan kompetensinya, sehingga dapat menjawab semua perkembangan jaman dan tentunya berperan serta aktif dalam menunjang keberhasilan pendidikan di negara kita.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk pengembangan kompetensi, baik itu dengan jalan pelatihan, seminar, workshop, membuat karya tulis, ataupun tergabung dalam suatu organisasi profesi.
Dengan tergabung dalam suatu organisasi profesi, tanpa disadari kita akan melatih kompetensi kita (manajerial, pengelolaan informasi, pendidikan, kepribadian, sosial, dan tentunya point terakhir pengembangan profesi). Selain itu, sosisalisasi program juga sharing pengalaman dan ilmu akan lebih cepat dan mudah jika kita tergabung dalam organisasi tersebut.
Di Indonesia ada beberapa organisasi profesi tenaga perpustakaan, seperti IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia), FPSI (Forum Perpustakaan Sekolah Indonesia), ATPUSI (Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia), dsb. Di tingkat internasional sendiri ada ALA (American Librarian Association), IFLA (International Federation of Librarian Association), IASL (Interantional Association of School Librarianship). Semua organisasi profesi di atas memiliki tujuan yang sama yakni meningkatkan kompetensi para pustakawan dimanapun berada.


Apa itu ATPUSI?

ATPUSI (Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia) adalah organisasi profesi tenaga perpustakaan sekolah yang didirikan pada tanggal 28 Mei 2009 dan berpusat di Jakarta. ATPUSI merupakan organisasi profesi yang bersifat nasional dan mandiri.

Adapun tujuan didirikannya ATPUSI adalah sebagai berikut:
1. meningkatkan profesionalisme tenaga perpustakaan sekolah
2. mengembangkan ilmu perpustakaan, dokumentasi, dan informasi
3. mengabdikan dan mengamalkan tenaga dan keahlian tenaga perpustakaan sekolah untuk bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut dalam AD/ ART ATPUSI Pasal 8, ATPUSI melakukan berbagai kegiatan:
1. membina forum komunikasi antar tenaga perpustakaan sekolah dan atau kelembagaan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
2. mengadakan dan ikut serta dalam berbagai kegiatan ilmiah khususnya di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
3. mengusahakan keikutsertaan ATPUSI dalam pelaksanaan program pemerintah dan pembangunan nasional di bidang perpustakaan sekolah, dokumentasi dan informasi.
4. mendukung program advokasi bagi tenaga perpustakaan sekolah.

Kesimpulannya, ATPUSI hanyalah satu dari organisasi profesi bagi pustakawan dari sekian banyak organisasi serupa yang ada di Indonesia, namun apa gunanya suatu organiasi jika tidak adanya peran serta aktif dari para pelakunya sendiri (pustakawan). Dijelaskan di atas, banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan aktif dan mengikuti organisasi profesi, seperti:
1. Meningkatkan kompetensi profesionalitas pustakawan (baik individu juga sosial)
2. Terlindungi dalam hal advokasi/ perlindungan hukum bagi para pustakawan
3. Up to date dalam hal informasi dan komunikasi
4. Dapat turut berperan serta dalam meningkatkan peran dan fungsi pustakawan pada umumnya

Ilmu adalah amanat, Sampaikanlah ilmu itu walaupun hanya sebesar biji padi


Referensi:
www.atpusi.or.id
http://smadppekalongan.wordpress.com/2011/08/26/permendiknas-no-25-tahun-2008-tentang-standar-tenaga-perpustakan-sekolahmadrasah/