Siapakah tokoh yang wajahnya menghiasi uang kertas sepuluh ribu yen? Dia adalah Fukuzawa Yukichi (1835-1901) yang lahir pada 10 Januari 1835 di Nakatsu, Oita Prefecture. Fukuzawa adalah tokoh yang memelopori modernisasi Jepang. Ia juga adalah pendiri dan rektor pertama Universitas Keio, Jepang. Universitas Keio (Keio Gijuku Daigaku) adalah perguruan tinggi tertua dan salah satu yang paling prestisius di Jepang. Universitas ini didirikan pada tahun 1859 sebagai perguruan tinggi swasta yang fokus pada studi Barat dan Fukuzawa mendirikan fakultas pertamanya pada tahun 1890.
Fukuzawa Yukichilah yang telah menyebarkan semangat keterbukaan dan menebarkan modernisasi di Jepang lewat perjuangan dan karya-karyanya dalam pendidikan. Tokoh intelektual Jepang yang akhirnya membuka mata Jepang akan adanya dunia lain selain negeri Jepang ini memang rajin membuat terobosan-terobosan untuk mengubah pandangan Jepang tentang gaijin (orang asing) dan kaigai (negeri asing).
Pada masa-masa awal restorasi Meiji Fukuzawa Yukichi mengusulkan ide yang disebut Datsu A Ron (keluar dari Asia). Target orang Jepang yang paling utama ialah “mengejar sehingga melampaui negara-negara Barat”. Dalam usaha itu Jepang mengikuti contoh negara Barat sehingga berekspansi dan menjajah negara-negara tetangga sebelum perang dunia (PD) II.
Sejak kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang Jepang-Rusia tahun 1911, pemikiran Fukuzawa terbukti telah berhasil mengangkat pamor militer Jepang di dunia sekaligus membuktikan bahwa orang yang berkulit kuning (Asia) mampu mengalahkan orang berkulit putih (Eropa). Kemenangan Jepang atas Rusia ini juga berpengaruh pada kebangkitan bangsa-bangsa di benua Asia-Afrika.
Meskipun letaknya di lingkungan Asia, Jepang selalu berusaha mengabungkan diri dengan bangsa Barat. Ide Fukuzawa ini dipakai oleh pemerintahan militer Jepang yang bermaksud membangun “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”. Bangsa Jepang tetap berada di pihak negara-negara Barat.
Fukuzawa Yukichi, juga orang Jepang yang memiliki gagasan cemerlang. Gagasan yang terkenal tercetus dalam bukunya yang berjudul “Gakumon no Susume”. Pada bagian pendahuluan buku tersebut, Fukuzawa menuliskan “Sebagai jalan yang paling ampuh untuk mencapai tujuan negara adalah melalui pendidikan sebab Tuhan tidak menempatkan manusia yang lain”. Kenyataannya dalam masyarakat memang ada orang yang berkedudukan lebih tinggi dan ada pula yang berkedudukan lebih rendah. Perbedaan ini disebabkan karena yang berkedudukan tinggi telah mementingkan pendidikan, sedangkan yang rendah sebaliknya”.
Buku yang berjudul “Gakumon no susume” ini pada tahun 1882 telah terjual 600.000 naskah. Buku ini antara lain menyatakan: ?Manusia tidak dilahirkan mulia atau hina, kaya atau miskin, tetapi dilahirkan sama dengan yang lain. Siapa yang gigih belajar dan menguasai ilmu dengan baik akan menjadi mulia dan kaya, tetapi mereka yang jahil akan menjadi papa dan hina.?
Sejak zaman restorasi Meiji inilah Jepang telah menempatkan ilmu dan pendidikan dalam posisi penting (1860-an-1880-an). Pada akhir 1888, dikatakan, terdapat sekitar 30.000 pelajar yang belajar pada 90 buah sekolah swasta di Tokyo. Sekitar 80 persennya berasal dari luar kota. Pelajar miskin diberi beasiswa. Sebagian mereka bekerja paroh waktu sebagai pembantu rumah tangga. Namun mereka bangga dan memegang slogan: “Jangan menghina kami, kelak kami mungkin menjadi menteri!” Para pelajar disajikan kisah-kisah kejayaan individu di Barat dan Timur.
Murid setia Fukuzawa Yukichi, namanya Hayashi Yuteki, kemudian membantu sang guru dengan mendirikan perusahaan Maruya Shosha di Yokohama yang sekarang terkenal dengan sebutan Maruzen, toko buku terbesar dan terluas cabangnya di seluruh negeri Sakura (dari berbagai sumber).
Tokoh seperti Fukuzawa Yukichi ini di Indonesia mungkin bisa disetarakan dengan Ki Hajar Dewantoro yang mendirikan “Taman Siswa” dan mendapat gelar bapak Pendidikan Nasional. Sayangnya pemikiran pemikiran Ki Hajar Dewantoro kelihatannya tidak berbekas di hati masyarakat Indonesia dan para peminpin bangsa kita, sehingga mutu pendidikan nasional kita masih tetap ketinggalan. Masih banyak rakyat Indonesia yang belum bisa menikmati bangku sekolah, para guru banyak yang mogok mengajar karena gaji kecil, anggaran pendidikan masih jauh dari standard dan berbagai masalah yang rumit yang dihadapi dunia pendidikan kita. Jangan harap kita mampu mengejar ketinggalan dari negara lain kalau masalah pendidikan di Indonesia belum beres.
Semoga tulisan ini bermamfaat dan membuka hati para pemimpin dan rakyat Indonesia akan pentingnya pendidikan bukan saja untuk individu tetapi juga untuk membangun sebuah negara yang besar dan disegani oleh bangsa lain. Semoga..,
0 komentar:
Posting Komentar