Senin, 13 Mei 2013

Film Kartun Sebagai Media Pembelajaran Anak

Siapa bilang film-film kartun sengaja dibuat hanya diperuntukan untuk anak-anak saja. Gambar yang lucu, teknik pewarnaan yang menarik, animasi yang memukau memang sengaja dibuat  agar pas dan nyaman dimata anak, tapi jika ditilik dari segi isi cerita, sebernarnya film-film kartun yang ada,sebagai contoh produksi pixar, seperti Cars, Finding Nemo, Toys Story,Moster Inc., Up, dsb, mengandung sarat makna yang kompleks baik yang positif maupun negatif.

Bagi orangtua pengalaman menonton film untuk anak tampak suatu aktifitas yang biasa-biasa saja, tapi ternyata tidak bagi anak. Tanpa kita sadari justru saat menonton film, memandang alur cerita yang di paparkan, mendengarkan percakapan antar tokoh dalam film tersebut,merupakan suatu proses dari rekam pengalaman bagi anak, dan secara sadar ataupun tidak sadar mereka akan mencoba memaknai sendiri informasi apa yang mereka dapatkan dari apa yang mereka saksikan.

Dalam satu cerita pastilah selalu ada dua jenis karakter yang saling berlawanan, baik dan buru, protagonis dan antagonis. Karakter maupun penokohan dari tokoh-tokoh protagis yang baik bisa jadi bahan pembelajaran karakter bagi anak, lalu bagaimana dengan karakter penjahat atau lawan dari karakter yang baik? Disinilah peran orang tua diperlukan untuk membantu mengarahkan, memperjelas, dan menstimulus cara berfikir anak agar perkembangan mereka tetap seperti yang kita inginkan.

Anda tidak ingin kan, karena mencontoh suatu percakapan yang tidak senonoh pada suatu adegan film di ikut-ikuti oleh anak kita, tanpa mereka paham apa yang sedang mereka tiru. Oleh karena itu, peran pendampingan dari para orangtua pada saat menonton suatu film bisa menjadi salah satu cara untuk menciptakan daya kritis anak, dengan menstimulus mereka untuk mengerti, memahami, dan mendiskusikan makna yang dapat mereka peroleh setelah menonton film kegemaran mereka.

Orangtua dituntut untuk open minded, berpikiran luas dalam rangka pendampingan kegiatan menonton anak. Agar anak tidak merasa diawasi oleh orangtua ketika mereka menonton, baiknya kita mampu memposisikan kita untuk menyukai apa yang mereka suakai dan sesekali mengomentari apa yang sedang ditonton, sebagai contoh dalam film kartun 'Happy Feet' ada dialog antara Mumble Happy feet dengan pinguin kekasihnya bernama Gloria, intinya Gloria ingin ikut pergi bersama Mumble namun Mumble menolak keinginan Gloria dengan berkata "Jika kau ikut denganku, bagaimana jika kau tidak akan punya telur seperti yang lainnya" dan Gloria menjawab "Jika aku tidak punya telur, berarti aku hanya memilikimu".
Dari contoh percakapan diatas, bisa jadi anak tidak bisa memahami makna dari percakapan tersebut, tapi disinilah peran orangtua,kita bisa menjelaskan bahwa itu adalah prinsip dari kesetiaan,yang bahkan sepasang binatangpun (pinguin) rela berkorban demi yang dikasihinya.

Intinya ketika film kartun hanya diasumsikan sebagai film konsumi anak-anak dan orangtua tidak pernah mau tahu atau turut mengawasi apa yang anak kita tonton, maka bersiaplah anak akan tumbuh dengan persepsi dan cara berfikir mereka sendiri, dan yang dikhawatirkan adalah cara berfikir atau nilai-nilai negatif yang bisa ditiru atau dicerna oleh anak-anak kita.


  

0 komentar:

Posting Komentar