Selasa, 03 September 2013

Tanggung Jawab Seorang Ayah pada Anaknya

 Oleh: Dini Susanti, S.Pd_March 20, 2013, 7:18 AM, edited on June 18, 2013, 7:48 AM

Anak merupakan anugrah sekaligus ujian bagi pasangan suami istri, dan tugas seorang suami ketika dikaruniai seorang anak, akan bertambah tanggungjawab serta kewajibannya sebagai seorang ayah. Kedudukan seorang ayah sebagai pemimpin keluarga tidak hanya terpusat pada perannya dalam hal menafkahi keluarga saja, tapi lebih dari itu, seorang peminpin akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah SWT atas segala tindak tanduk juga hasil dari kepemimpinannya, yang dalam hal ini adalah kepemimpinan keluarga yakni memimpin istri juga anak-anaknya.

Tanggung jawab seorang ayah terhadap anaknya, tidak hanya turut mendampingi perkembangan dan pertumbuhan anak-anaknya, namun ada beberapa hal seperti yang diuraikan di bawah ini;

1. Memberi nama yang baik bagi anak-anaknya

Pemberian nama pada seorang anak merupakan salah satu hak dan kewajiban pertama bagi seorang ayah. Sedangkan dalam Islam, pemberian nama haruslah mengandung arti yang baik dan agung. Karena menurut salah satu sabda Rasulullah SAW, “pada hari kiamat setiap manusia akan dipanggil menggunakan namanya masing-masing, juga nama orangtuanya”. Oleh karena itu pemberian sebuah nama pada seorang anak haruslah mengandung makna yang baik, indah, dan tidak ada makna merendah atau menghinakan sang anak.

2. Menanamkan keimanan (tauhid) dan ahlak

Awal pendidikan seorang anak adalah di lingkungan keluarga/ di rumah, dan yang berperan sebagai guru pertama bagi mereka adalah ayah dan ibunya. Kedua orang tua memiliki porsi yang sama dalam peranannya mendidik anak-anaknya agar tumbuh menjadi pribadi yang sesuai dengan yang diharapkannya.
Dalam Islam, seorang anak selain sebagai penerus keturunan dari suatu kaum muslim juga untuk menjadi penerus mereka dalam hal keimanan dan ketakwaan pada Sang Pencipta, Allah SWT. Sedangkan keimanan dan ketakwaan tidak akan muncul begitu saja tanpa adanya pola asuh dan didikan pada seorang anak. Ayah dalam hal ini menjadi kunci utama dalam hal penanaman keimanan dan ketakwaan bagi mereka. Seorang ayah bertanggung jawab mengajarkan anak-anak mereka tentang pada siapa mereka harus menyembah, mengabdi, dan beriman. Seperti beberapa contoh yang Allah SWT berikan bagi umat manusia melalui para nabi-nabinya terdahulu, salah satunya dalam kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS dalam mengikuti dan tunduh atas segala perintah Allah SWT, dengan berserah diri ketika Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk menyembelih anaknya yang sangat diidamkan dan dikasihinya, Ismail AS. Begitu pula Ismail AS tunduk pada perintah ayahnya dan yakin akan perintah yang diberikan Allah SWT kepada ayahnya. Kesabaran dan keimanan dari kedua ayah dan anak tersebut pada akhirnya diganti oleh Allah SWT dengan seekor kambing yang kemudian disembelih.
Atau salah satu kisah dari nabi Nuh AS yang tunduk ketika diperintahkan untuk membuat sebuah kapal yang dipersiapkan untuk menghadapi azab Allah SWT bagi kaumnya yang lalai. Kala air bah datang, dan seluruh kaum kafir Nabi Nuh AS ditenggelamkan olehnya, Nabi Nuh AS berusaha mengajak anaknya untuk turut bersamanya dan berada di jalan Allah SWT, namun dia tidak patuh dan lebih memilih jalannya sendiri yaitu jalan kesesatan dan membawanya pada kekafiran yakni azab Allah SWT. Sesudahnya Nabi Nuh AS berdoa pada Allah SWT, mengapa Dia tidak menyelamatkan anaknya, namun Allah SWT mengingatkan bahwa anaknya tidak berada pada jalan yang sama dengannya dan lebih memilih kekafiran.
Dari kedua kisah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa peran ayah dalam hal pola asuh dan penanaman keimanan bagi seorang anak sangatlah penting. Terlepas dari apakah ketika anak itu tumbuh dewasa tetap berada di jalan Allah SWT ataupun tidak, maka semua itu terlepas dari pada tanggungjawab ayah pada anaknya. Bukankah salah satu yang menjadi penolong bagi kedua orangtua ketika di yaumul akhir adalah doa dari anak-anaknya yang shaleh…

3. Menyekolahkan dan membentuk cara berfikir Anak

Ada sebagian orangtua yang menyekolahkan anaknya dengan pertimbangan sekolah favorit, karena alasan ekonomis, mudah dijangkau, atau lainnya. Dimanapun orangtua menyekolahkan anaknya, yang terpenting adalah sekolah termasuk lingkungannya (teman-temannya, guru-gurunya, dsb) mampu membuat anak kita menjadi pribadi yang tidak hanya berkembang dalam cara berfikirnya secara intelektual saja tapi juga tetap terjaga ahlak dan kepribadiannya. Karena alasan sekolah yang berkualitas, lalu kita menyekolahkan anak kita ke sekolah yang berbasis non islam. Anak akan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bermain, bersosialisi dilingkungan sekolah. dengan menyekolahkan ke sekolah yang berbasis non Islam, dikhawatirkan mentalitas anak kita akan terbawa oleh lingkungannya, dan yang lebih parahnya akan membuat mereka menjadi pribadi yang hedonis bahkan murtad. Naudzuubillah.. Oleh karenanya, menjadi suatu kewajiban bagi orangtua untuk memilih sekolah yang baik bagi anak-anaknya, menyekolahkan untuk memintarkan cara berfikirnya secara intelektual juga membentuk pribadinya menjadi pribadi yang beradab, berahlaqul qarimah.

4. Menjadi teladan bagi anak-anaknya 

Mendidik anak bukan sekedar member perintah dan aturan. Anak tidak akan mengikuti dan memaknai apa yang dikatakan orangtuanya, jika mereka sendiri tak pernah mengamalkan suatu amalan. Sebagai contoh, tidak mungkin kita menyuruh anak untuk rajin dan tidak pernah meninggalkan ibadah shalat wajib, jika sebagai orangtuapun kita tak pernah atau tak rajin melaksanakan sholat wajib. Akan lebih bermakna ketika orangtua mendidik anak dengan memberinya teladan atau contoh yang baik. Anak akan belajar dari meniru apa yang dilakukan orangtuanya, dan begitupun mereka akan menerapkan hal yang serupa pada keturunannya.

5. Menjaganya dari lingkungan yang tidak baik 

Menjaga anak kita dari lingkungan yang tidak baik, salah satunya seperti yang diungkapkan di atas, memilih sekolah yang tepat. Selain itu, lingkungan disekitar rumahpun turut berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak kita. Ketika orangtua dirumah membiasakan anak untuk bertutur kata dengan bahasa yang baik dan santun, sedangkan di luar rumah, dilingkungan pertemanannya, terbiasa berbahasa dengan bahasa yang kasar dan tidak sopan, tentunya akan mempengaruhi keberhasilan didikan kita dari rumah. Oleh karena itu, memilih rumah sebagai tempat tinggal di lingkungan yang baik, tetap mengawasi pertemanan anak-anak kita, tentunya akan menjadi salah satu factor pendukung keberhasilan dari pola didik kita pada anak-anak kita. Namun perlu di ingat, menjaganya bukan berarti bersikap berlebihan atau overprotected yang malah menjadikan penghambat bagi perkembangan mereka. Ketika seorang ayah mampu menyadari peranannya sebagai pemimpin dalam rumahtangga, melaksanakan semua tugas dan fungsinya secara baik, insylaallah rumah tangga yang dibangun akan menjadi rumahtangga yang bahagia dengan dipenuhi keturunan-keturan yang akan menjadi penyejuk juga penyelamat bagi para orangtuanya kelak di Yaumulakhir, Insyaallah..


Inspired by: Khazanah Trans7, Rabu/ 20 Maret 2013/ 05:30

0 komentar:

Posting Komentar