Kamis, 31 Januari 2013

Observasi Kegiatan Seminar Perpustakaan

"Diklat Menyongsong Akreditasi Perpustakaan Sekolah"
Islamic Center Sukabumi, Minggu-27 Januari 2013, 09.00s.d Selesai




Dari seminar perpustakaan tentang periapan akreditasi perustakaan sekolah yang ku ikuti di Sukabumi, ada beberapa hal yang ku observasi;

Peserta
Peserta yang hadir pada Diklat tersebut sebagian pesar adalah guru mata pelajaran dan mereka ditugaskan di perpustakaan sekolah untuk memenuhi jumlah minimal mengajar mereka, yaitu 24 jam mengajar. dan kebanyakan pula, yang hadir adalah pustakawan dari perpustakaan SD, dan tidak seorangpun dari mereka yang berasal dari pendidikan kepustakaan/ sarjana ilmu perpustakaan.

Tidak semua sekolah memiliki perpustakaan sekolah
Dari hasil ngobrol dengan beberapa orang guru, juga pemaparan dari salah seorang peserta tentang keingingannya memiliki gedung perpustakaan sendiri atau menanyakan pada narasumber Pak Arsidi tentang bagaimana pengajuan pembangunan gedung perpustakaan sekolah, menjadi bukti bahwa ternyata tidak semua sekolah di negara ini yang juga memiliki gedung perpustakaan sendiri. Padahal dalam satu lembaga pendidikan, keberadaan perpustakaan sebagai salah satu sarana penunjang pendidikan telah diatur keberadaannya dalam undang-undang, salah satunya UU No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional juga pada UU No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan.

Tidak aktifnya organisasi profesi pustakawan di Kab. Sukabumi
Tergabung dalam suatu organisasi profesi bagi para pustakawan, dapat memberi keuntungan tersendiri, mulai dari mudahnya sosialiasi informasi, pengetahuan, dan kemerataan perkembangan perpustakaan di daerah. ada beberapa organisasi profesi pustakawan, seperti IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia), FPSI (Forum Pustakawan Sekolah Indonesia), ATPUSI (Asosiasi Tenaga Pustakawan Sekolah Indonesia). Namun ternyata gema aktifitas organisasi profesi seperti di Provinsi D.I Yogyakarta, tidak serta merta menular ke Provinsi Jawa Barat. Hal ini sangat terasa ketika sangat kurangnya beragam agenda kegiatan yang diadakan oleh organisasi profesi seperti ATPUSI Jawa Barat, padalah keberadaan dan gerak nyata dari organisasi ini sangat berguna dalam hal sosialiasi program, peningkatan SDM Pustakawan Jabar, juga sebagai media komunikasi dan silaturahmi bagi para pustakawan, khususnya di daerah Jawa Barat.

Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan Sekolah
Pada seminar sesi kedua yang disampaikan Pak Heri Abi, beliau menekankan tentang pentignya peranan IT dalam dunia kepustakaan dan dalam menerapkannyapun ternyata tidaklah membutuhkan usaha dan alokasi anggaran yang cukup besar. Untuk memulai otomatiasi atau sistem layanan berbasis IT, dapat pula memanfaatkan hanya dengan 1 buah PC dan tentunya SDM/ Pustakawan yang minimal mampu mengoperasikan program administrasi perkantoran yang umum digunakan.
Perlu digarisbawahi bahwa unsur tepenting dalam penerapan IT adalah sumber daya manusia, tanpa SDM yang paham IT akan sulit menerapkan sistem tersebut. Oleh karena itu, beragam Diklat, workshop, dll sangat diperlukan oleh pustakawan khususnya mengenai keterampilan, pengetahuan, dan ilmu tentang informasi teknologi.

Kurangnya sosialisasi UU No.43 Tahun 2007 tetang perpustakaan
Pada sesi pertama mengenai manajemen perpustakaan oleh Pak Arsidi disampaikan beberapa landasan hukum yang memayungi keberadaan dan tata laksana perpustakaan sekolah, mulai dari status, jenis, koleksi, manajemen, sampai dengan anggran dll, salah satunya yaitu undang-undang No.43 Tahun 2007.
Ada salah seorang peserta yang bertanya, "Pak, apakah UU No.43 Tahun 2007 itu masih berlaku sampai sekarang? dan jika kita gunakan sebagai landasan hukum pada saat ini apakah masih berlaku? takutnya dianggap sudah tidak up to date?"
Seperti dijelaskan oleh Pak Arsidi bahwa UU tersebut merupakan UU pertama yang dibuat oleh konstitusi RI dalam meayungi perpustakan di Indonesia dan sampai saat ini keberadaan UU tersebut masih relevan dan belum ada perombakan apalagi diganti.      
Payung hukum tersebut sudah diresmikan dari setengah dekade, namun pada prakteknya ternyata belum semua pihak mengetahui akan undang-undang tersebut, lalu siapa yang salah dalam hal ini? apakah kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah sebagai pembuat regulasi tersebut? ataukah kurang aktifnya para praktisi pendidikan/ pustakawan dalam memperoleh informasi? itulah salah satu pentingnya keberadaan organisasi profesi sebagai media penyaluran informasi agar dapat diketahui dan di akses oleh semua pihak yang berkepentingan.

Semoga seminar, diklat, workshop lainnya mengenai keperpustakaan dapat semakin sering diadakan di Provinsi Jawa Barat, guna meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pustakawan yang tentunya dapat menunjang profesinya sebagai pustakawan yang kompeten dan profesional, sehingga pelayanan perpustakaan sekolah dapat berjalan dengan maksimal dan turut serta dalam pengembangan kulitas pendidikan di Indonesia..



0 komentar:

Posting Komentar